Mengapa Ibrahim Rela Qurbankan Putranya?
Maka ketika keduanya telah berserah diri dan dia (Ibrahim) membaringkan anaknya atas pelipisnya (untuk melaksanakan perintah Allah), lalu kami panggil dia, " Wahai Ibrahim! Sungguh Engkau telah membenarkan mimpi itu." Sunguh, demikianlah kami memberi balasan kepada orang yang burbuat baik. Sesungguhnya ini benar" Ujia yang nyata. Dan kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yg besar (QS37:103-107)
Begitulah gambaran detik" terakhir proses persiapan penyembelihan Nabi Ismail 'alahissalaam' oleh ayahandanya tercinta Nabi kekasih Allah Ibrahim 'alahissalaam'. Suatu adegan yangsangat mendebarkan. Adegan yang nyata, bukan khayalan belaka. Suatu kebenaran yg sesungguhnya, Bukan rekayasa seorang sutradara. Subhanallah.
Kepasrahan itu bermula dari sebuah Dialog yang mengharuhkan antara keduanya. Antara seorang ayah dan anak yg telah bertahun-tahun berpisah tanpa ada kepastian kapan bisa berjumpa. Begitu berjumpa, di saat kerinduan dalam itu belum terobati, mereka harus berpisah ;agi selama-lamanya. "Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, "Wahai anakku. sesungguhnya aku bemimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu" Dia (Ismail) menjawab, "Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu, Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar"
Sungguh ini sebuah peraturan dahsyat antara dua cinta. Cinta kepada diri sendiri dan keluarga dengan kecintaan kepada Dzat yang Maha memiliki segalla-galanya, Allah SWT. sebuah pilihan super sulit bagi seorang manusia biasa. Manusia seperti kita. Betapa tidak! Anak yang berpuluh tahun dinanti kehadirannya. Anak yang ketika baru saja lahir harus di tinggalkan bersama ibunya saja, Ditinggalkan bukan dirumah yg asri, sejuk dan damai melainkan di lembah tandus yang tiada air dan tanaman di sana. Tiada sanak saudara yang meminang dan menghiburnya. Hanya sang ibu yang bersamanya, yang harus berjuang keras berlari-lari dari satu tempat ke tempat lainnya. Di padang pasir yang terik tiada tara... Ayah macam apa yang tidak berkenang dengan peristiwa yang menimpa anaknya seperti itu ? Anak semata wayangnya? Dan, ketika si bayi mungil itu kemudian tumbuh menjadi remaja santun dan menyejukkan mata sang ayah harus menyembelihnya... MaasyaaAllah.
Namun, Ibrahim melaksanakan juga perintah yang amat berat itu. Ismail pun tidak membantah, langsung setuju. Ibrahim rela mengurbankan anaknya sendiri, bukan kambing atau sapi. mengapa itu bisa terjadi? Nabi Ibrahim jauh lebih mencintai Allah SWT daripada dirinya sendiri, dan anak istri. Beliau yakin apa yang ada pada dirinya titipan belaka dan harus diserahkan kembali kepada yang Maha Memiliki. jawaban pasti, yang mengetahui Allah SWT. semata. Bagaimana dengan kita? Apa yang kita kurbankan sebagai tanda cinta kepadaNYA?
Arigatou Gozaimas..!!!
Label:
Agama Islam
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
wah. Nice share sobat.
BalasHapusIjin nyimak ya :D
Monggo gan :D
Hapus